Machasin: Kemenag Jalin Sinergitas dengan Kepolisian dalam Tangani Maraknya Nikah Siri Online
- See more at: http://bimasislam.kemenag.go.id/post/berita/machasin-kemenag-jalin-sinergitas-dengan-kepolisian-dalam-tangani-maraknya-nikah-siri-online#sthash.S9Y9Bf4S.dpufJakarta, bimasislam— Menanggapi pemberitaan maraknya praktik nikah siri online belakangan ini, Dirjen Bimas Islam, Prof. Machasin, menyatakan bahwa Kementerian Agama telah melakukan sinergitas dengan Kepolisian dan Kejaksaan untuk menangani masalah ini. Demikian dikatakan oleh Machasin saat Talk-Show di salah satu stasiun TV Swasta tentang “Fenomena Nikah Siri Online” (20/3).
“Nikah itu kan masalah agama. Jika dilakukan sesuai dengan persyaratan dan ketentuan, maka nikahnya tetap sah. Alasan yang sering muncul diungkap karena tidak mau ribet dan lebih mudah daripada harus ke KUA. Namun yang harus diberi catatan, bahwa kita hidup bermasyarakat. Ada hak dan kewajiban yang harus dilindungi. Nikah bukan hanya soal hubungan dua manusia, tetapi juga menyangkut tatanan sosial yang diperlukankehadiran negara”, ujarnya.
Jadi, imbuhnya, nikah harus tetap dicatatkan pada lembaga resmi. Jika ada pihak yang mengklaim dapat memfasilitasi nikah siri dengan harga tertentu dan dapat memberikan buku nikah, bisa dipastikan ini hanya kepentingan bisnis, tidak bisa dipertanggung jawabkan, tegasnya.
Sementara itu, Sosiolog UIN, Nur Rofiah, menyatakan bahwa fenonema nikah siri online ini diduga terkait dengan soal bisnis. Mereka telah melakukan penggaran aturan yang sangat jelas seperti yang telah diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
“Saya sangat heran, kenapa fenomena nikah siri online ini bisa berjalan secara terbuka yang jelas-jelas melanggar aturan. Ini kan ada ketentuan pidananya. Apalagi mereka menawarkan buku nikah abal-abal. Ini pasti ada yang salah kenapa hal ini bisa terjadi”, ungkapnya penuh penasaran.
Pada saat ditanyakan dari kalangan mana saja yang melakukan pernikahan siri, Rofiah menegaskan, sesuai dengan penelitiannya bahwa mereka datang dari semua kalangan, di kalangan bawah, menengah dan atas. Dalil yang sering mereka jadikan dasar adalah bahwa nikah sesuai agama itu tidak ada kewajiban harus dicatatkan. Terkait dengan nikah di siri yang jauh atau di daerah terpencil (pegunungan) meskipun nikah di KUA gratis, namunbiaya transportasi lebih mahal, maka pemerintah dalam hal ini diharapkan bisa hadir.
“Nikah di KUA memang gratis, tapi di daerah yang terpencil yang membutuhkan biaya transportasi besar, apalagi harus membawa keluarga lainnya, akhirnya harus keluar biaya lebih besar. Dalam kasus-kasus seperti ini Kementerian Agama diharapkan dapat mencatatkan dengan sistem “jemput bola” sebagai bentuk layanan kepada masyarakat”, ungkapnya. (thobib/foto:bimasislam)